Subscribe:

13 Dec 2011

Tolong…Jangan Bilang Orang Tua Saya, Kalau Saya Jual Diri Untuk Meringankan Beban Mereka…!

Hampir separuh malam kuhabiskan waktuku mendengarkan Wulan berkisah tentang dirinya, tak terbesit sedikitpun rasa penyesalan terucap dan tesirat dari tutur katanya. Sesekali tersungging senyum kemenangan disudut senyum bibir merahnya disela-sela panjang lebar cerita yang ia kisahkan, bagaimana sang Ibu dan Ayahnya sangat berterima kasih, karena beban hidup sehari-hari dan biaya sekolah adik-adiknya jadi ringan, terbantu olehnya.

Menurutnya, sejak sang Ayah yang berprofesi sebagai Tengkulak terjerat hutang di rentenir, sampai jatuh bangun usahanya tak jua menunjukkan kemajuan yang berarti, bahkan juga telah menghabiskan beberapa petak sawah dan kebun garapan milik keluarganya untuk menutupi hutang piutang pada rentenir bangsat yang tak kunjung lunas, tuturnya dengan nada geram.
Tak tega melihat Orang tuanya yang tertekan setiap hari apabila ada beberapa lelaki kekar berwajah sangar dengan bahasa yang jauh dari sopan menyambangi rumahnya, membentak… mencela… bahkan memaki, dan terdengar juga sesekali ancaman fisik terhadap Orang tuanya. Kata-kata seperti itulah yang sering ia dan adik-adiknya dengar dari balik dinding kamar yang bersebelahan dengan ruang tamu, apabila Ayahnya tak segera melunasi utang piutangnya.
Teman satu kelas di es em ka lah yang telah “membantunya” menemukan dan menjalani profesi ini. Berawal dari curhat tentang kondisi dalam keluarganya dan sampailah ia dibawa kerumah sang “mami” yang juga sebagai tempat berkumpul “anak asuhnya” skaligus tempat “prostitusi” terselubung.
“gimana caranya koq Ibu dan bapak Ndari percaya kalo ternyata Ndari itu bekerja paruh waktu di sebuah counter celluler, bukan “kerja ginian”…?”
“mami lah yang datang sendiri kerumah, meminta dengan sopan sama Ibu dan Bapak…”
“Bapak Ibu Ndari percaya begitu saja…?”
“siapa yang bakal mengira akan seperti ini A’… apalagi kalo lihat tampang, dandanan mami yang sopan dan ramah omongannya…”
“knapa Ndari nya mau kalo ternyata kerjanya “seperti ini”…?
“mau gimana lagi A’… Ndari sudah ga tega lihat kedua Orang tua Ndari yang habis-habisan… apalagi lihat tiga adik Ndari yang butuh banyak biaya untuk sekolah…”
“jadi… sekolah Ndari gimana…?”
“sekolah mah tetep masuk A’… pagi absen trus ikut pelajaran pertama, kalo ada permintaan “pelanggan“ lewat mami untuk “kerja” dari pagi, biasanya ada orang suruhan mami yang jemput dan ngaku sodara Ndari, jemput Ndari dengan alasan ada keperluan keluarga, tapi kalo ga ada… habis jam pelajaran sekolah, Ndari langsung standby sama temen-temen di rumah mami…”
“sampai malam disana…?”
Iya… ceritanya lagi, di dalam rumah “maminya” yang cukup luas itu tersedia ruangan seperti “bar” yang menyediakan berbagai merk minuman beralkohol dan terdapat juga beberapa kamar untuk “tamu” apabila hendak menuntaskan hasrat terhadap “anak asuhnya”. Padahal, jarak sekolahnya sama rumah sang “mami” hanya lima ratus meteran.
“koq bisa rumah maminya “aman”… ga ada yang curiga..? padahal kantor polisi dan kantor kodim kan juga deket dari situ..?” tanyaku, meredakan sedikit suasana.
“rumah mami depannya kan buat sanggar kesenian anak-anak muda, disamping itu mami juga rajin “menservis” petugas keamanan apabila ada yang kontrol kerumah mami, pernah waktu itu ada dua petugas keamanan berbaju preman berkunjung, kebetulan Ndari satu-satunya yang ada disitu…hiks.. hiks.. hiks(isak tangisnya tiba-tiba keluar)… jadilah malam itu mami meminta Ndari buat “jatah servis” mereka berdua…” tak lama ia terdiam sambil mengusap kedua sudut matanya dengan tisue yang ia raih dari atas meja, disekanya buliran air yang menumpuk dan mengalir, melunturkan maskara hitam yang menghiasi mata sayunya.
“bagaimana dengan Pak Robby… Ndari sudah kenal lama…?” tanyaku mengalihkan pembicaraan.
“Pak Robby lah “langganan” spesial Ndari… disamping orangnya yang jor-joran dan royal, Pak Robby lah yang pertama “mencicipi” dan “menikmati” tubuh Ndari…” sambil tersenyum dan menerawang kemudian ia melanjutkan kisahnya…
“Pak Robby lah yang “mengajari” Ndari bagaimana memuaskan “pelanggan”… apabila pelanggan puas pasti akan banyak bonus yang mengalir dengan sendirinya… dan Ndari pun sudah menikmati serta merasakan itu…”
“sampai kapan Ndari seperti ini…?”
“Ndari ga tau A’… Ndari juga ga berharap ini terjadi… tapi, aahhh… sekarang semua sudah terjadi, dan Ndari pun ga tau kapan bisa mengakhiri semua ini…”
“tetangga kampung sudah mulai curiga… dan terakhir yang Aa’ denger, kalo mereka akan mengusir Ndari…”
“peduli amat sama tetangga A’… dimana mereka, waktu keluarga Ndari kesusahan…? apakah mereka mengasih makan keluarga Ndari, kala waktu itu adik-adik Ndari menangis karena kelaparan…?
“kalo sekiranya A’ Adi ingin menghancurkan kebahagiaan adik-adik dan kedua Orang tua Ndari yang sedang mereka rasakan saat ini… silahkan ceritakan kebenaran ini pada mereka, dan terima kasih sekali… jika A’ Adi menyembunyikan kebenaran ini demi kebahagiaan mereka, biarlah Ndari menanggung sendiri beban pahit ini untuk kebahagiaan adik-adik dan orang tua Ndari…”
Masih banyak rentetan pertanyaan, ajaran moral, kotbah dan segudang petuah yang tidak bisa keluar dari mulutku… terhenti seketika… membayangkan sendiri, bagaimana jika aku yang ada di dalam posisi seperti itu…!?.
Kalimat terakhir yang keluar dari mulut Ndari, semakin mengunci rapat-rapat mulutku dan tak bisa berkata-kata lagi. [End]





Sumber

Diakses.blogspot.com

No comments:

Post a Comment